Kamis, 18 April 2013

Izinkan Aku Menjadi Presiden Sekali lagi


“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Teriakan mendukung Paduka Yang Mulia Tuan Presiden terus diteriakkan para pendukung setianya (katanya sih setia).  Sedianya Tuan Presiden akan berkampanye untuk mencalonkan diri (lagi) sebagai presiden dalam pemilihan umum yang akan datang.
Katanya untuk melanjutkan program pembangunan yang telah dijalankan.  Katanya ingin mengentaskan kemiskinan, padahal yang harus dientaskan seharusnya adalah orang-orang miskin bukan kemiskinan.  Katanya ingin mengantarkan negara tinggal landas atau malah tinggal kandas dalam menghadapi era persaingan bebas.  Wuih, ngeri kan?
Juga tentunya melanjutkan program memperkaya keuangan pribadi.  Memperkaya pundi-pundi tabungan keluarga, sahabat, kerabat, kolega dan semua orang yang mau menjilat Paduka Yang Mulia Tuan Presiden.
Panggung dan mimbar untuk berkampanye pun telah disediakan.  Luasnya mencapai 10 meter kali 20 meter.  Panggung luas untuk menggambarkan kemegahan, kejayaan dan kedigdayaan Paduka Yang Mulia Tuan Presiden.  Sound system sengaja dipesan dari luar negeri supaya saat Paduka Yang Mulia Tuan Presiden bisa berpidato dan mengumbar-umbar janji membuai rakyat dengan megahnya.  Ya kalau bisa mirip konser Rolling Stone atau U 2 yang selalu menggelegar.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Kata-kata itu masih diteriakkan massa yang menunggu kedatangan pemimpin sejati mereka.  Pemimpin sejati yang benar-benar mereka dambakan selama ini.  Pemimpin yang (katanya) mengerti tentang keadaan nasib para orang kecil yang tertindas dan terpinggirkan.  Pemimpin yang (katanya) bakal membawa bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar dan bermartabat.  Pemimpin yang (katanya) dipilih dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Massa masih saja berteriak meski panas matahari memanggang mereka.  Kerongkongan yang kering tak menghalangi niat untuk menghadiri acara ini, mendengarkan pidato kampanye Tuan Presiden.  Bermandikan keringat, orang-orang masih meneriakkan dukungan buat Tuan Presiden, masih mengibarkan bendera-bendera partai, masih membawa spanduk-spanduk, masih memakai atribut partai.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Menjelang tengah hari, diberitahukan kalau Tuan Presiden telah tiba di lokasi.  Massa pun makin keras meneriakkan dukungan bagi Tuan Presiden tak peduli panas makin meranggas.  Pokoknya harus mendengarkan pidato Paduka Yang Mulia Tuan Presiden.
Panggung tiba-tiba disesaki para pengawal Tuan Presiden yang berseragam jas hitam.  Men in black.  Ya mirip dengan pasukan Secret Service yang biasa mengawal Presiden Amerika Serikat.
Semua memeriksa sekeliling, siapa tahu ada yang iseng menaruh bom atau malah ada sniper alias penembak jitu yang usil ingin menembak Tuan Presiden.  Lagi pula sudah banyak pemimpin negara yang mati konyol yang ditembak orang tak dikenal.  Seperti Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy yang mati ditembak saat berpawai di Texas.  Presiden Mesir, Anwar Sadat juga koit ditembak anggota pasukan militernya.  Nah, begitu juga dengan Perdana Menteri India Indira Gandhi yang tewas ditembak pengawal pribadinya.  Bahkan, putra kesayangan Indira, Rajiv Gandhi malah mati dibom oleh militan.  Para pengawal Tuan Presiden enggak mau dong kalau hal serupa juga terjadi di sini.
Selain ancaman yang  canggih tadi, siapa tahu ada gangguan-gangguan kecil lainnya.  Seperti mungkin ada pendukung partai lain yang ikut hadir menyelinap di antara kerumunan massa dan kemudian iseng melemparkan sandal jepit.  Siapa tahu enggak puas dengan kebijakan Tuan Presiden selama ini makanya melemparkan sandal jepit atau apa saja yang dirasa bisa dilempar!
Setelah dirasa aman, keluar Tuan Presiden untuk tampil di atas panggung.  Teriakan pun makin menggema.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Tuan Presiden melambaikan tangannya kepada para pendukung setianya.  Sesekali ia merentangkan kedua tangannya atau malah mengepalkan tinjunya ke udara.  Massa pun mengikuti gerakan Tuan Presiden dengan mengepalkan tinju ke udara sambil berteriak, juga melompat-lompat.
Massa tiba-tiba tenang ketika Tuan Presiden memberikan tanda.  Gemuruh suara tiba-tiba berubah senyap.
“Rakyatku, massa setiaku, pendukungku, konstituenku!” teriak Tuan Presiden dengan lantang.
Massa mendengarkan dengan saksama dan dalam tempo yang tidak sesingkat-singkatnya.  Seraya mendengarkan, massa mengibarkan bendera dan atribut partai lainnya.
“Rakyatku, pendukungku.  Hari ini kampanye nasional untuk pemilihan presiden dan wakil presiden akan dimulai serentak di penjuru negeri.  Hari ini, di tempat ini, di hadapan kalian sebagai saksi, saya akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden empat tahun mendatang!”
Seperti ada yang memberikan komando, serentak massa kembali berteriak-teriak.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
“Saya akan meneruskan pembangunan yang telah saya lakukan empat periode sebelumnya.  Saya terus lanjutkan hingga negeri makmur, aman, damai sejahtera!”
Massa kembali berteriak.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Tuan Presiden merasa di atas angin.  Ia merasa akan terpilih kembali.  Sederetan orang setia Tuan Presiden juga terlihat senang dengan massa yang terlihat antusias mendukung kampanye ini.
Sudah jelas sangat antusias lantaran setiap orang alias perkepala akan mendapatkan lima puluh ribu rupiah, sebungkus nasi warteg, air mineral, kaus bertuliskan partai, topi, payung dan lain sebagainya.  Kebanyakan dari massa yang penganggur, setengah penganggur, ibu rumah tangga, dan wong ciliklainnya sudah pasti tidak keberatan untuk sekadar tampil seharian di lapangan terbuka yang panas dan kemudian meneriakkan dukungan kepada Tuan Presiden.
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Teriakan terus menggema di seantero lapangan.  Tuan Presiden masih menikmati teriakan yang mengelu-elukan dirinya.  Begitu juga dengan orang-orang setia Tuan Presiden.
Tuan Presiden memberikan tanda kepada massa agar kembali tenang.  Tuan Presiden ingin kembali melanjutkan pidatonya.
“Saya sangat senang dengan dukungan yang kalian berikan!  Saya sungguh terharu.  Saya tidak mengira kalau sambutan kalian kepada saya sungguh luar biasa.  Saya tidak menyangka kalau cinta kalian kepada pemimpinnya begitu besar!  Saya sungguh terharu.  Saya sangat bersyukur diberikan pendukung yang sangat setia.”
Massa masih mendengarkan dengan setia pidato dari Tuan Presiden.  Mentari memanggang mereka semua yang hadir di lapangan dengan begitu sempurna.  Sebentar lagi semua yang hadir akan garing seperti kerupuk.
“Saya yakin kalau dengan restu dan dukungan dari kalian semua, saya akan kembali menjabat sebagai Presiden.  Saya juga yakin kalau partai kesayangan kita akan menjadi partai yang terus berkuasa di negeri ini!”
“Hidup Tuan Presiden.”
“Hidup Paduka Yang Mulia.”
“Hidup Sang Penyelamat Bangsa.”
“Hidup Bapak Pembangunan Bangsa.”
“Hidup Penyambung Lidah Wong Cilik.”
Teriakan-teriakan kembali menggema di seantero lapangan yang disesaki massa pendukung (yang kata setianya) kepada Tuan Presiden.
Tuan Presiden semakin senang melihat massa yang terlihat antusias.  Begitu juga dengan orang-orang terdekat Tuan Presiden.  Sementara para pengawal Tuan Presiden alis men in black semakin terlihat waspada.  Lihat kanan kiri.  Lirik atas bawah.  Tengok depan belakang.  Siapa tahu ada yang mau mencelakakan Tuan Presiden.
“Kalian ingin saya jadi Presiden lagi?”
“Sudah pasti!  Tentu!”
“Kalian ingin saya meneruskan pembangunan?”
“Tentu!  Kami tidak keberatan!”
“Kalian ingin maju bersama saya?  Bukan dengan kandidat lain?”
“Tentu!  Sudah pasti!”
“Kalian ingin terus berjuang bersama partai saya?”
“Pasti!  Tentu!”
Tuan Presiden semakin riang melihat massa semakin antusias.  Orang-orang partai juga puas.  Massa yang mereka mobilisasi ternyata patuh dengan baik.
Panas semakin meranggas.  Sinar mentari membakar kulit.  Warna kulit massa kini semakin gosong.  Tetapi mereka belum beranjak karena belum mendapatkan sajian utama : hiburan pentas dangdut,makan siang dan uang limapuluh ribuan.
Tuan Presiden dan rombongan juga kepanasan.  Atap panggung tidak cukup sakti menahan sinar dan udara yang sangat panas.  Tetapi mereka juga belum beranjak karena masih menikmati puasnya dielu-elukan massa pendukung setia.
Sesaat Tuan Presiden ingin melanjutkan pidato, tiga biduan cantik dengan baju macan tampak bersiap diri menuju panggung.  Beberapa orang yang melihat langsung antusias.  Ternyata hiburan dangdutnya adalah tiga penyanyi tersohor yang suka memakai baju minim saat pentas.  Dari segelintir orang menyebarkan kabar ke sebelahnya, ke belakang, ke depan, dan ramailah massa kalau tiga penyanyi dangdut sensual akan segera tampil.  Padahal pidato Tuan Presiden belumlah usai.
“Rakyatku!”
“Dangdut!  Dangdut!  Dangdut!”
“Rakyatku!  Apakah kalian...?”
“Dangdut!  Dangdut!  Dangdut!”
Teriakan ingin hiburan menggema!
Tuan Presiden mutung dibuatnya.  Mendadak seorang penasihat politik Presiden berbisik ke arah Tuan Presiden.
“Rakyatku semua!  Sudah saatnya saya membalas budi kalian dengan suguhan hiburan!  Tiga penyanyi cantik akan menghibur kalian semua!  Sambutlah dengan meriah!”
Massa langsung menyambut dengan antusias ketiga penyanyi sensual itu dan melupakan sejenak pidato Tuan Presiden yang sejatinya belum selesai.  Mereka tidak lagi peduli!  Yang mereka inginkan di tengah terik mentari adalah sedikit goyangan hot dan kalau perlu tidak lagi mengindahkan norma kesopanan.
Tuan Presiden bergegas menuju ke arah panggung didampingi para anggota staf dan asisten pribadinya plus para pengawal.
“Sialan!  Aku belum selesai berpidato, mereka malah minta dangdut!  Tidak hormat sama Presiden!” umpat Tuan Presiden.
“Sabar, pak!  Kita berikan saja apa yang mereka mau!  Toh mereka hanya meminta dangdut.  Lantas setelah itu dengan makan siang dan sedikit uang, mereka bisa ditenangkan.  Massa negeri ini mudah ditebak, Bapak Presiden!” ujar penasihat politik senior Tuan Presiden.
“Hmm, benar juga!  Kita tinggalkan saja tempat ini.  Panas sekali!  Bisa-bisa nanti kita garing seperti ikan asin!”
Rombongan Tuan Presiden segera meninggalkan arena kampanye.  Massa tidak peduli.  Mereka tengah tenggelam dalam goyangan hot tiga biduan dangdut.
Satu jam berlalu.
Tidak ada lagi goyangan hot di atas panggung.  Massa juga sudah pulang membawa nasi bungkus dan selembar uang lima puluh ribuan.  Mereka senang.  Begitu juga dengan ketiga penyanyi dangdut yang akan menerima bayaran sangat besar selama masa kampanye.  Tidak ketinggalan Tuan Presiden yang kini sudah berada di kediamannya, sangat senang bisa dielu-elukan massanya.
Tidak ada yang tersisa di lapangan ini, kecuali sebuah panggung besar tempat Tuan Presiden berkampanye, tempat ketiga biduan dangdut melenggak-lenggokan tubuh sensualnya.
Tidak ada yang tampak lagi di sini, kecuali beberapa orang pemulung yang tampak senang dengan sisa-sisa sampah.  Ada topi, kaus, atribut lainnya, minuman yang tertinggal dan masih penuh, beberapa bungkus nasi yang ditinggal begitu saja dan masih bisa dimakan, masih banyak lagi termasuk ribuanbanner dan spanduk bertuliskan “Izinkan Aku Menjadi Presiden Sekali Lagi!”
Semuanya kini hanya menjadi sampah!
Jakarta, 23 Januari 2003 – 20 Februari 2006 – 15 Maret 2007
Dodiek Adyttya Dwiwanto.  Lulusan Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada.  Tulisan-tulisannya seperti cerita pendek, resensi buku, dan artikel sepak bola dimuat di sejumlah media cetak nasional.  Saat ini, bekerja sebagai humas di sebuah perusahaan, selain juga menjadi kolumnis sepak bola di sebuah media cetak nasional.

Minggu, 14 April 2013

TIK dapat Meningkatkan Mutu Pendidikan. Benarkah?

TIK dapat Meningkatkan Mutu Pendidikan. Benarkah?
pertanyaan ini mungkin yang sering menjadi bahan diskusi atau obrolan berikut pernyataan dari Dinas pemuda dan olahraga (Dikpora).


Benny Karmadi menjelaskan mengenai baseline study yang akan memperkuat manfaat TIK dalam meningkatkan mutu pendidikan
Dinas Dikpora DIY- Saat ini, dalam segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan, sedang gencar-gencarnya disosialisasikan penerapan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Dikatakan bahwa dengan menerapkan TIK, akan meningkatkan mutu pendidikan. Benarkah demikian?

Sebagian masyarakat percaya, bahwa dengan menerapkan TIK dalam dunia pendidikan, akan meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Namun ada pula masyarakat yang masih antipati, dengan beranggapan bahwa cara yang lama pun sudah cukup, untuk meningkatkan mutu pendidikan, tanpa harus menerapkan TIK.

Melihat permasalahan ini, Dinas Dikpora DIY memandang perlu adanya sebuah baseline study, yang mengobservasi manfaat TIK dalam meningkatkan mutu pendidikan langsung ke sekolah-sekolah di lapangan. Melalui acara Sosialisasi Base Line Study yang berlangsung hari ini, Kamis (15/9) di Auditorium Dinas Dikpora DIY, Dinas Dikpora DIY mengundang Kepala Sekolah dan para Pengawas Pendidikan yang berasal dari Sekolah-Sekolah penerima bantuan komputer untuk program peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan, yang akan dijadikan sebagai subyek treatment.

“Treatment disini mengandung arti bahwa nantinya Anda dan sekolah Anda akan kami observasi, seberapakah tingkat kenaikan mutu pendidikan setelah TIK dimanfaatkan dan diterapkan di sekolah Anda. Data dari hasil observasi sekolah Anda, akan kami bandingkan dengan data hasil observasi sekolah yang tidak menerapkan TIK dalam meningkatkan mutu pendidikan”, ujar konsultan dari Kementrian Kominfo, Benny Karmadi.

Dijelaskan oleh Benny, memang tidak dipungkiri bahwa dengan cara lama pun, mutu pendidikan akan dapat naik dengan sendirinya. Namun menurutnya, dengan didukung TIK, akselerasi kenaikan mutu pendidikan itu akan lebih cepat, daripada tanpa menggunakan dukungan TIK. “Namun sekali lagi kami membutuhkan informasi akurat dan ilmiah untuk membuktikan pendapat kami ini. Cara yang dilakukan yakni dengan menyelenggarakan baseline study”, jelasnya.

Dengan pemanfaatan TIK, diharapkan pendidikan mampu menghasilkan output yang lebih bermutu. “Output pendidikan terdiri dari output guru dan siswa. Dengan pemanfaatan TIK, diharapkan output guru dapat meningkat dari segi pedagogi dan profesional. Sedangkan output siswa dapat kita lihat dari kognitif, yakni proses dan produk yang dihasilkan siswa. Semua itu nantinya dapat lebih terbukti, setelah hasil dari baseline study ini dapat kami rangkum dan publikasikan”, tukasnya. (m.tok)

suber laman berita Dikpora

Kamis, 11 April 2013

Kegelisahan Seorang Petani Tembakau


Isu rokok memang berkembang secara dramatis. Antara fakta dan mitos menjadi semakin sulit untuk dipilah. Saking derasnya pemberitaan yang berseliweran tentang bahaya rokok, kebanyakan orang akan langsung saja mengamini ketika ada pernyataan bombastis bahwa sebatang rokok dapat mengurangi 5 menit hidup manusia.
Akan tetapi, efek dari informasi yang disebarkan secara besar-besaran perihal bahaya rokok sudah langsung terasa. Baik melalui peraturan perundang-undangan yang membatasi ruang lingkup perokok, iklan rokok, pajak yang tinggi atas rokok, hingga petani tembakau, pihak yang menggantungkan penghidupannya pada komoditas yang bernama latin Nicotiana Tabacum tersebut, terutama petani tembakau di Temanggung, Jawa Tengah, yang selama ini dikenal sebagai produsen tembakau.
Buku berjudul Tembakau atau Mati ini, menyajikan curhatan seorang petani tembakau asal Temanggung, pihak yang selama ini kerap dilupakan dan tenggelam oleh suara lantang para politisi, ekonom, aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau budayawan, yaitu petani tembakau itu sendiri. Warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada komoditas tersebut.
Ditulis oleh Wisnu Brata, petani tembakau asli Temanggung jebolan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) yang pada tahun 2000 silam mendirikan Paguyuban Petani Tembakau Sindoro-Sumbing (PPTSS). Dengan demikian karya ini merupakan suara dari petani tembakau.
Petani yang meletakkan urusan hidup-matinya pada tembakau, besar dan dibesarkan bersama tembakau, bisa sekolah karena tembakau, memenuhi kebutuhan, baik yang primer maupun yang sekunder, bahkan yang tersier sekalipun oleh tembakau, dan pada akhirnya mau tak mau harus bertempur sendirian menghadapi gempuran penolakan terhadap tembakau serta seluruh tradisi yang khas menyertainya.
Dengan demikian, membela eksistensi tembakau, bagi masyarakat lereng gunung Sindoro-Sumbing-Prau, Temanggung ini, tak ubahnya dengan membela eksistensi mereka sendiri. Melarang tembakau berarti menyruruh mereka bunuh diri. Selain itu, bagi para petani di Temanggung lebih dari sekedar urusan hidup dan mati, namun juga memiliki dimensi spiritual sekaligus ekonomi. 
Di Temanggung, tembakau ditanam pada pertengahan musim hujan dan dipanen pada puncak musim kemarau. Namun karena sebagian wilayahnya memiliki kemiringan lahan serta dataran tanah di atas 1.100 meter dpl., para petani di beberapa daerah harus menunggu hampir tujuh bulan untuk bias menikmati hasil panen tembakaunya. (Halaman 17-18)
Meski demikian, hal tersebut tidak menyurutkan mereka untuk setia menanam tembakau. Dengan kata lain, dramatisasi serta tuduhan yang beredar bahwa para petani tembakau hanyalah “sapi perahan” pabrik-pabrik rokok besar tidak bias dibenarkan sepenuhnya. Bahkan para petani memiliki posisi tawar yang lebih baik di hadapan pedagang.
Alasannya, pertama, tembakau adalah jenis fancy product, di mana harganya ditentukan oleh mutunya. Jika tembakau petani bermutu baik, apalagi sangat baik, petani akan menjadi idola dalam semusim. Kedua, karena semaraknya pemain di level pedagang perantara.
Sebagai kabupaten yang dinaungi dua gunung kembar legendaries di Jawa bagian selatan, Sumbing dan Sindoro, juga beberapa gunung berukuran kecil seperti Batok dan Prau, sebagian penduduk Temanggung bermukim di desa-desa yang berada di ketinggian di atas 1.000 meter dpl. (Halaman 105)
Tembakau adalah pohon kehidupan bagi sebagian besar masyarakat Temanggung. Mereka memiliki tautan hampir dalam segala hal dengan tembakau; hidup dan mati, duniawi dan ukhrowi, fisik dan mental, juga social dan ekonomi.  Mereka bertautan erat dengan tumbuhan yang masuk dalam famili Solanaceae –berkerabat dengan terong, tomat, kol, kentang, dan cabe- itu.
Sehingga menjadi masuk akal ketika ada gerakan sistematis yang bertujuan untuk menghabisi komoditas tembakau, masyarakat Temanggung melakukan perlawanan. Alasan kesehatan yang selama ini didengungkan, menurut mereka, hanyalah dalih dari strategi imperialisme model baru memasuki kedaulatan negara, mengingat isu tersebut mulai dihembuskan dari Amerika.
Padahal faktanya, tembakau menjadi komoditas yang memiliki signifikansi di bidang pertanian, keuangan, dan juga perdagangan. Tembakau selain menjadi komoditas andalan petani di berbagai negara, juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap keuangan negara melalui cukai dari produksi, distribusi, dan konsumsi rokok. Pemasukan dari cukai rokok saja di tahun 2005 mencapai angka Rp. 32, 6 triliun.
KOMPAS.COM

Jumat, 05 April 2013

penolakan ormas terhadap astung pancasila


Saat ini di DPR sedang dibahas RUU keormasan dimana Pancasila kembali akan dijadikan asas bagi ormas.
Ini adalah Déjà vu bagi umat Islam ketika Benny Moerdani menggarap (mengobok-obok) dan mengintervensi ormas-ormas Islam supaya tidak radikal dan tidak memperjuangkan masuknya syariat Islam ke dalam sistem bernegara di Indonesia.
Supaya hal ini tidak terulang lagi patut kita pelajari sejarah bagaimana penguasa Orde Baru memaksakan dan menghancurkan ormas Islam melalui asas tunggal Pancasila.
Adalah Leonardus Benyamin Moerdani atau yang lebih dikenal dengan LB Moerdani, otak anti Islamnya Orde Baru. Ia meneruskan sepak terjang Ali Moertopo.
Daftar perbuatan Benny begitu panjang atas umat Islam. Salah satu yang paling fenomenal adalah kasus Tanjung Priok. Tapi sayangnya, ia lolos dari jeratan hukum dunia.
Pada 1983-1985 Benny melakukan penggarapan (penggarapan adalah istilah Ali Moertopo untuk mengobrak-abrik gerakan ormas dan partai politik, demikian menurut Dahlan Ranuwihardjo) terhadap umat Islam dengan memuluskan perintah Soeharto agar semua ormas dan parpol berasaskan Pancasila.
Garapan pertama Benny adalah PII, Pelajar Islam Indonesia. Organisasi pelajar ini memiliki sejarah harum di masa lalu. Gagasan asas tunggal Pancasila menjadikan PII berjuang di bawah tanah. Sebab tahun 1985 PII merencanakan kongres menolak Pancasila sebagai asas. Dan sejak saat itu, organisasi ini dijadikan ilegal. PII juga dicap sebagai ekstrem kanan oleh pemerintah Orde Baru.
“Kakak” PII yaitu HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) juga digarap oleh Benny Moerdani. Hanya bedanya HMI tidak menjadi organisasi ilegal melainkan pecah menjadi dua. HMI Dipo 16 yang menerima Pancasila sebagai asas dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal.
Penerimaan asas tunggal Pancasila oleh HMI berjalan alot. Pada mulanya, dalam persiapan kongres 1983 sudah ada utusan-utusan pemerintah yang alumni HMI atau penyebutan oleh anggota HMI saat itu adalah “antek-antek pemerintah”. Terjadilah konflik antara anggota HMI dengan alumni HMI.
Benih-benih konflik ini semakin tersemai dan terbuka dalam kongres di Padang, tahun 1986. Menyadari potensi reaktif HMI yang radikal, pemerintah mulai menggarap anggota-anggotanya yang dianggap akomodatif.
Melalui berbagai lobi yang dilakukan oleh Abdul Gafur dan Akbar Tandjung, mereka berhasil meyakinkan HMI untuk mencari “jalan selamat”. Dalam sidang pleno PB HMI 1983/1985 tanggal 5 April 1985 di Ciloto Jawa Barat, HMI menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Pelaksanaan kongres ini sempat tertunda beberapa bulan karena adanya conditioning oleh pemerintah. Kemudian tokoh-tokoh akomodatif diberi lampu hijau oleh pemerintah dan tokoh-tokoh garis keras seperti Abdullah Hehamanua dan Eggi Sujana diberi lampu merah.
Terpilihlah Saleh Khalid sebagai Ketua Umum PB HMI. Persoalan tidak berhenti sampai di situ karena keputusan ini ditolak oleh banyak sekali anggota HMI. Mereka berpendapat bahwa penetapan Pancasila sebagai asas tunggal diterima tidak melalui kongres.
Mereka yang menolak ini membentuk HMI Tandingan berupa HMI MPO dan mencoba “mengadili” pengurus HMI bentukan pemerintah. Sejak saat itu muncul pengurus tandingan pada banyak cabang HMI di Indonesia. Dan sejak saat itu pula HMI MPO disebut ekstrem kanan.

Rangkaian berikutnya adalah catatan fenomenal lain yang terkait dengan nama Benny pada tahun 1984. Saat meletusnya tragedi Tanjung Priok. Selain kondisi masyarakat yang memang sangat tidak puas terhadap pemerintah dan mendapat “suntikan” dari para penceramah yang dianggap “keras”, unsur rekayasa dan provokasi juga terlihat (walaupun masih misteri sampai saat ini). Materi ceramah yang di antaranya penolakan keras terhadap asas tunggal Pancasila makin menambah panas hawa Jakarta kala itu.
Yang juga menarik adalah peristiwa sesudahnya yaitu kasus “lembaran putih” berupa surat protes yang dikeluarkan oleh Petisi 50. “Lembaran putih” ini juga berisi himbauan agar pemerintah tidak memaksakan asas Pancasila kepada semua partai dan ormas.
“Lembaran putih” ini dijadikan alasan oleh Benny Moerdani menangkapi sejumlah dai dan tokoh seperti AM Fatwa, Abdul Qadir Jailani, Tasrif Tuasikal, HM Sanusi, HR Dharsono, Oesmany El Hamidy, Mawardi Noor, Tonie Ardhie, dan lain-lain.
Menurut Panji Masyarakat yang terbit pasca persidangan, kasus ini benar-benar seperti dagelan.
Orang-orang tersebut di atas juga disebut ekstrem kanan. Beberapa bulan setelah peristiwa Tanjung Priok, tanggal 4 Maret 1985, timbul peristiwa peledakan dua kantor BCA di Jakarta.
Di malam Natal dua gereja diledakkan di Malang, Jawa Timur. Sebulan kemudian tepat pada tahun baru 1986, sembilan stupa Candi Borobudur diledakkan. Hal yang lucu adalah yang dituduh sebagai pelaku pengeboman ini antara lain adalah Hussein Al Habsyi, seorang dai tunanetra. Bagaimana mungkin ia dituduh menjadi pelaku pengeboman? Pelaku pngeboman ini juga dicap ekstrem kanan.
Pada 1987 di Aceh muncul barisan jubah putih dipimpin Teuku Bantaqiyah. Gerakan ini mencita-citakan tegaknya Islam sedunia. Bulan Mei 1987, dengan berjalan kaki di desa Blang Beuradeh, Beutung Aseuh, Aceh Barat, kelompok ini menyampaikan sikap dan aksinya. Hingga terjadi beberapa kekerasan.
Benny langsung menyebutnya sebagai gerakan ekstrem. Dan, beberapa waktu kemudian, Teuku Bantaqiyah berserta pengikutnya ditemukan tewas terbantai, mengenaskan.
Lalu ada pula cap peristiwa Lampung yang disandangkan pada penduduk sebuah kampung di Lampung? Gerakan ini meletus ke permukaan pada Februari 1989. Mereka membunuh beberapa anggota ABRI. Sedangkan di pihak rakyat Lampung jatuh 27 korban termasuk sosok yang disebut-sebut sebagai pimpinan gerakan, Anwar alias Warsidi.
Pemerintah menyebut pelaku peristiwa Lampung ini sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) dan Ekstrem Kanan. Kemudian juga terkuak kasus Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh yang berubah menjadi arena killing field alias ladang pembantaian.
Begitu juga sosok dan karir Benny saat pembajakan pesawat Garuda yang lebih dikenal dengan sebutan Kasus Woyla terjadi. Benny naik daun.
Dalam kasus ini performance Benny sebagai seorang intel sejati, betul-betul tergambar. Saat pelumpuhan pembajak telah usai, ketika kilauan lampu blitz menyambar wajahnya, justru di saat itulah Benny tak tergoda.
Sebagai seorang intel, Benny benar-benar sempurna menyembunyikan jati dirinya, dan itu pula yang menambah kesan misterius pada sosok ini. Padahal, Benny ikut terlibat langsung dalam proses pelumpuhan kasus pembajakan pesawat Woyla itu.
Diam-diam, setelah kasus usai, Benny pergi lewat pintu ekor pesawat. Naik taksi dan langsung menuju Cendana untuk melaporkan tugasnya pada bos besar kala itu, Soeharto.
Benny memang telah meninggalkan apa yang telah ia jaga dan lakukan selama ini. Tapi, masa jabatannya yang lebih dari 40 tahun dalam dinas militer, terutama intelijen, tentu punya arti lain.
Gagasan dan pikiran-pikiran Benny, sesungguhnya tak pernah mati. Kematian Leonardus Benyamin Moerdani hanya sebuah pertanda, satu babak telah usai. Dan kini, babak baru sedang dimulai.
Apa yang dilakukan Densus 88 benar-benar memfotokopi sepak terjang Benny Moerdani. Dan, karenanya,  dalam serangkaian rentetan cerita ini, kita juga harus waspada dengan rencana penerapan asas Pancasila yang saat ini sedang digodok di DPR. Pemaksaan asas Pancasila, sebagaimana di era Soeharto, jangan pernah terulang lagi! Yang kala itu memakan korban jiwa yang tak sediki
- See more at: http://www.arrahmah.com/news/2013/04/05/ketika-penguasa-orde-baru-memaksakan-asas-tunggal-pancasila.html#sthash.eaMfnH0Z.dpuf

Air Mata Nayla


Air Mata Nayla
KOMPAS.com — Ahmad Hanif Asadullah tersadar dengan kaget dan hilang ingatan. Ia bahkan lupa akan namanya sendiri. Pak Aziz dan Bu Maisaroh yang menemukannya pun bingung. Sayla, putri Pak Aziz, akhirnya menemukan cincin perak milik Hanif dengan nama Leonardo Da Vinci. Karena itu, Sayla mengusulkan Hanif diberi nama Ahmad Leonardo (halaman 17), dengan tujuan mungkin akan mudah mengingat masa lalunya lagi, siapa dia sebenarnya.
Bersama keluarga Pak Aziz, Hanif mendapatkan kebahagiaan, keluarga baru. Dia juga ditawari untuk sekolah. Setelah berpikir, Hanif akhirnya mau. Di SMA Negeri 2 Pontianak dia bersahabat dengan Minan Nurrahman dan Nayla Syifa. Mereka bertiga adalah siswa berprestasi. Namun diam-diam sejak awal bertemu dengan Nayla Ahmad (Hanif) sudah merasakan getaran yang aneh. Mungkin cinta, dia sendiri bingung mendefinisikannya.
Karena ketertarikannya itu, sejak awal sekolah saja dia sudah membuat masalah. Ada geng sekolah Tomy dkk, membuat onar dengan mengganggu Nayla yang sebelumnya masih belum dia kenal namanya. Dia tentu tidak mau Nayla diganggu orang walaupun tak kenal. Akhirnya dia menolong Nayla dan membuat Tomy dkk kewalahan dan akan membalas dendam.
Dendam Tomy membara, dia mengadu kepada masnya, Arie Andi. Suatu ketika Ahmad berada di dalam kelas. Arie meminta dengan perintah agar Ahmad keluar sebentar, ada yang perlu padanya. Ternyata ketika keluar Tomy dkk sudah siap untuk menghajarnya. Karena dikeroyok dia kehabisan tenaga dan di akhirnya dia menjadi sasaran kemarahan Arie yang ternyata memiliki ilmu beladiri. Akhirnya, Ahmad kalah, terbujur kaku dalam kegelapan. Pingsan.
Singkat cerita, ternyata kejadian tersebut malah memberi hikmah. Ketika dia pingsan, dia mimpi bertemu dengan ibunya. Ibunya bercerita siapa dia sebenarnya. Dan kenapa dia ada di tanah borneo tersebut. Hanif sejak lulus SD tidak mau melanjutkan sekolah, dia ingin melanjutkan di pesantren saja. Orangtuanya mengabulkan, dia dipesantrenkan di Kiai Arsyad, Madura. Hebatnya, dalam satu tahun Kiai Arsyad telah mengantarkan Hanif pulang ke rumahnya dengan mengatakan bahwa masa menuntut ilmu dengan beliau sudah selesai. Bahkan dia juga telah hafal Al Quran dengan lancar dan benar.
Setelah itu Hanif ingin melanjutkan menuntut ilmu agama lagi, tepatnya di pondok pesantren di Banyuwangi yang dipimpin oleh Kiai Ahmad. Selama lebih kurang dua tahun, ternyata Hanif bisa menyelesaikan menuntut ilmu di sana. Sebelum Kiai Ahmad wafat, beliau berwasiat dalam sebuah tulisan agar Hanif segera ke Kalimantan untuk menemui Kiai Jazuli. Bukan untuk menuntut ilmu lagi, melainkan untuk menikah dengan putri Kiai Jazuli yang ternyata telah ditunangkan dengan Ahmad sejak bayi.
Ibunya sedih, tetapi akhirnya menyadari ini wasiat yang baik. Akhirnya bersama ayahnya, ibunya turut mengantarkan ke Kalimantan dengan kapal laut. Namun, sayang ternyata kapal yang mereka tumpangi kebakaran. Sedikit sekali yang selamat. Termasuk Hanif, tanpa orangtuanya. Itulah penyebab Hanif menjadi lupa ingatan, dan akhirnya setelah mimpi itu dia sadarkan diri dari hilang ingatannya. Dia ingin sekali memberikan kado terindah yang ditunggu-tunggu ibunya dari dirinya. Dia masih memikirkan hal itu (halaman 144-155).
Nayla meninggalkan Hanif dan menangis karena Hanif lupa pada dirinya. Padahal, bukan hanya terhadap dirinya dia lupa. Namun, terhadap Pak Aziz, Bu Maisa juga Minan dia lupa. Dia meminta maaf akan itu kepada semuanya.
Hanif memulai hidup baru dengan dirinya yang sebenarnya, tetapi tetap bersahabat dengan Minan. Sayangnya, Nayla telanjur kecewa dengannya. Dia juga bingung harus bagaimana karena dia memang lupa dengan masa-masa lupa ingatannya. Sesekali dia memikirkan wasiat Kiai Ahmad dan putrinya. Namun, dia juga merasakan bahwa ada yang telah mengisi hatinya, tapi entah siapa, dia tidak tahu.
Ketika dia tahu Nayla akan pergi dan akan ditunangkan dengan orang lain, dia merasakan sesuatu yang bisa dianggap kesedihan. Meskipun sedang tak boleh keluar dari rumah sakit, dia memaksa untuk melihat kepergian Nayla. Dia bersedih, Nayla mungkin bukan jodohnya dan jodohnya adalah putri Kiai Jazuli. Minan pun menguatkannya, kalau niatnya datang ke Kalimantan untuk melakukan wasiat Kiai Ahmad bukan mencari cinta. Akhirnya dia kuat kembali (halaman 202).
Sampai akhirnya dia melaksanakan wasiat Kiai Ahmad dan telah sampai di pesantren Kiai Jazuli. Dia dipertemukan dengan Neng Afiya. Awalnya hatinya menolak. Di hatinya ada Nayla. Namun, dia mencoba menjalani takdir. Ternyata, ketika dia memandang Neng Afiya, ternyata gadis itu Nayla. Ternyata nama putri Kiai Jazuli, Afiyatul Naylaturrahmah. Dia hanya bisa terus memuji Allah, ternyata rencananya begitu Indah.
Setidaknya pembaca akan mendapatkan tiga hikmah dalam novel karya Muhammad Ardiansha El-Zhemary ini. Pertama, semua ujian, apa pun itu, pasti ada hikmahnya. Kedua, rencana Allah itu sangat indah dibanding rencana manusia. Terakhir, jodoh telah ditentukan oleh Allah. Tanpa memaksa pun, kalau memang lelaki/wanita itu adalah jodoh kita, maka dia akan menikah dengan kita. Begitu sebaliknya, jika memang bukan jodoh, maka kita dengan memaksa segala cara pun tidak akan ada jalan untuk bertemu.
Namun sayang, saya menemukan kesalahan, salah satunya di halaman 225, yang seharusnya menggunakan kata pengganti bernama "Mbak Nayla" menjadi "Mbak Nadia". Novel setebal 320 halaman ini sarat dengan ilmu. Banyak ilmu agama berpadu dengan kisah di dalamnya. Juga terdapat syair-syair indah dari penyair terkenal Rumi dan Kahlil Gibran. Karenanya, buku ini sangat layak Anda koleksi.

Puisi-puisi Fatih El Mumtaz


Hujan Perempuan
Mikail masih setia mengurai gerai tangis langit yang membelah.
Menitikkan butir-butirnya,
menguyupkan jalan; parit; sungai; danau; dan laut hingga muntah.
Di ujung malam, kita saksikan wanita tua dengan tubuh ringkih.
Membasuh tiap luka di sekujur tubuhnya,
dengan tangis air mata langit.
Tampaknya, awan mulai iba dengan badai yang menerpa jiwanya.
Sesekali ia tampak merintih menahan sakit,
bukan karena hujan, ada asam garam yang disusupkan.
Liang inspirasi, 31 Maret 2013
Menangkap Bayang
: St.NJh
Pesan singkat yang diterbangkan siang itu
Hinggap menancap dalam aorta benakku.
Mengguncang sikoci tak berlayar,
Yang kita hanyutkan kala fajar.
Dalam kenangan, 31 Maret 2013
Dik
:Tayang NA
Jangan kau sebut lagi aku,
dalam igau tangismu.
Diksi cinta nan kita syairkan telah sumbang.
Semenjak sajak sayang yang kita lagukan jatuh usang.
Bukan aku tak setia pada janji kita,
yang kita lepaskan keperaduan kala pipit pulang petang.
Ini bukan salahmu, bukan jua salah kita.
Tapi, angin takdir mempermainkan perahu yang akan kita tumpangi.
Menghembuskan nahkoda lain, dalam simphoni nyanyian kita dulu.
Ketika ijab jatuh, bersambut qabul.
Kukirim lukisan awan nan masyrur.
Lubuk keikhlasan, 31 Maret 2013
Masihkah Ada Jalan
:Pasar Minggu Ramayona
Masih tersisa satu jalan pulang
Diantara lorong sempit pasar,
dalam hamparan lumpur bangkai-bangkai setan.
Mungkin kita masih ingat,
ketika lautan daun kelapa,
disulam bunda.
Dalam rajutan sarang ketupat.
Menjelang sajak takbir ditinggikan, senja itu.
Bau darah telah masak menjadi nanah.
Dibumbui kecurangan dalam nikmatnya aroma zaman.
Em…, lezatnya!
Cabe giling;
Kelapa parut;
Hingga ikan-ikan;
Memohon belas kasih tangan.
Di dalam jengah lumpur tak bertuhan.
Munajat Sebatang Lilin
:Ust. Muklan Srg.
Sumbu ini telah habis membakar segala batang tubuh diri kami.
Meninggalkan noda minyak binatang, yang terbuang.
Kami meregang.
Menerangimu jalan pulang.
Merajut Puisi
: MAe
Merajut puisi adalah melukis awan mimpi.
Yang akan menerbangkan segala doa,
Tapi, angin juga menjatuhkannya di samudra.
Berlindung
Jilatan panas semakin garang,
Aku berlindung di bawah bayang matahari yang memanggang.
Di terik hari, 31 Maret 2013

Fatih El Mumtaz, merupakan nama pena dari Syafruddin. lahir di Pariaman. Alumni S1 Pendidikan Matematikan UIN Suska Riau. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media cetak. Puisi-puisinya tergabung dalam antologi Kejora yang Setia Berpijar, dan Bukittinggi Ambo di Siko. Bergiat di FLP Pekanbaru, dan belajar mengepakkan kedua sayapnya bersama Community Pena Terbang (COMPETER)

Senin, 01 April 2013

syukuran petani, mapang sari


INDRAMAYU, KOMPAS.com—Sejumlah petani di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, menggelar ritual Mapag Sri sebagai ungkapan rasa syukur mereka dalam menyambut tibanya saat panen raya.
Misbakun, salah seorang petani di Kecamatan Juntiyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, kepada wartawan di Indramayu, Minggu, mengatakan, sudah tradisi bagi sejumlah petani di Indramayu untuk menggelar ritual Mapag Sri sambut panen raya padi.
Upacara Mapag Sri merupakan ritual lokal cukup unik, kata dia, tujuannya untuk mengungkapkan rasa kebahagiaan setelah petani berhasil panen raya padi.
Keunikan dalam ritual Mapag Sri yakni petani setempat mengarak pengantin padi keliling desa mereka sambil diakhiri doa bersama dengan menikmati berbagai hidangan khas daerah Pantura.
Sementara Roh, aparat Desa Juntiyuat, mengaku, ritual Mapag Sri rutin dilakukan oleh para petani di Indramayu untuk menyambut panen raya.
Ritual tersebut sudah berlangsung ratusan tahun, kata dia, maknanya mencari berkah dari hasil panen padi yang melimpah, selain itu mereka berharap musim tanam berikutnya terhindar dari serangan hama pengganggu.
Ia menambahkan, budaya lokal, yakni Mapag Sri masih tetap lestari di daerah Pantura, Kabupaten Indramayu. Mereka yakin ritual tersebut membawa berkah dan keselamatan bagi petani.
Upacara ini dilaksanakan setiap menjelang panen raya, kata dia, biasanya dalam satu tahun dua kali, karena lahan pertanian di daerah Pantura tadah hujan.
Kusno, sesepuh Indramayu menuturkan, ritual Mapag Sri merupakan pernyataan rasa syukur atas keberhasilan menanam padi, selain juga ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta.
Masyarakat Indramayu yang didominasi oleh petani, kata dia, dalam ritual Mapag Sri mengarak simbol Dewi Sri mengelilingi kampung, dengan diiringi berbagai atraksi kesenian lokal.
Selanjutnya, kata Kusno, petani menggelar Wayang Kulit Purwa dengan lakon Sulanjana (cerita mengenai asal-usul padi).

Budaya indonesia, temanggung


TEMANGGUNG, KOMPAS.com--Masyarakat pertembakauan Temanggung, Jawa Tengah, menggelar kesenian tradisional dan pameran foto selama tiga hari, yakni 31 Maret-2 April 2013.
Kegiatan yang akan menampilkan 20 grup kesenian dan puluhan foto tersebut dibuka Ketua DPRD Temanggung Bambang Sukarno di Gedung Pemuda Temanggung, Minggu.
Kesenian yang ditampilkan adalah kesenian tradisional yang ada di Temanggung, antara lain kuda lumping, sandul, dan wulang sunu.
Sedangkan pada pameran foto dipajang gambar perjuangkan Bambang Sukarno dan petani tembakau dalam penghapusan batasan nikotin dan tar Pasal 4 PP No.81 tahun 1999 hingga PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif pada Tembakau bagi Kesehatan.
"Kami menggelar pameran foto dan pentas seni budaya ini adalah untuk mengingatkan pada pemerintah bahwa PP No. 109 Tahun 2012 masih menjadi masalah bagi petani tembakau Indonesia, khususnya petani tembakau di Temanggung," kata Bambang yang juga bakal calon Bupati Temanggung yang diusung PDI Perjuangan berpasangan dengan Irawan Prasetyadi.
Ia berharap dengan adanya pameran ini seluruh masyarakat baik petani tembakau, pedagang, dan siapa pun yang terkait dengan pertembakauan akan memahami bahwa perlu adanya upaya untuk menggagalkan berlakunya PP 109 tahun 2012.
"Pada 20 Februari 2013 pimpinan DPR RI sepakat untuk membentuk pansus gabungan DPR yang dipimpin Pak Pramono Anung. Inti terbentuknya pansus tersebut adalah untuk mencabut Pasal 113 dan 116 UU Kesehatan Tahun 2009," katanya.
Ia mengatakan dengan dicabut UU tersebut maka payung hukum dari PP 109/2012 tidak ada, maka tembakau itu secara hukum tidak akan berlaku.