Jumat, 05 April 2013

Puisi-puisi Fatih El Mumtaz


Hujan Perempuan
Mikail masih setia mengurai gerai tangis langit yang membelah.
Menitikkan butir-butirnya,
menguyupkan jalan; parit; sungai; danau; dan laut hingga muntah.
Di ujung malam, kita saksikan wanita tua dengan tubuh ringkih.
Membasuh tiap luka di sekujur tubuhnya,
dengan tangis air mata langit.
Tampaknya, awan mulai iba dengan badai yang menerpa jiwanya.
Sesekali ia tampak merintih menahan sakit,
bukan karena hujan, ada asam garam yang disusupkan.
Liang inspirasi, 31 Maret 2013
Menangkap Bayang
: St.NJh
Pesan singkat yang diterbangkan siang itu
Hinggap menancap dalam aorta benakku.
Mengguncang sikoci tak berlayar,
Yang kita hanyutkan kala fajar.
Dalam kenangan, 31 Maret 2013
Dik
:Tayang NA
Jangan kau sebut lagi aku,
dalam igau tangismu.
Diksi cinta nan kita syairkan telah sumbang.
Semenjak sajak sayang yang kita lagukan jatuh usang.
Bukan aku tak setia pada janji kita,
yang kita lepaskan keperaduan kala pipit pulang petang.
Ini bukan salahmu, bukan jua salah kita.
Tapi, angin takdir mempermainkan perahu yang akan kita tumpangi.
Menghembuskan nahkoda lain, dalam simphoni nyanyian kita dulu.
Ketika ijab jatuh, bersambut qabul.
Kukirim lukisan awan nan masyrur.
Lubuk keikhlasan, 31 Maret 2013
Masihkah Ada Jalan
:Pasar Minggu Ramayona
Masih tersisa satu jalan pulang
Diantara lorong sempit pasar,
dalam hamparan lumpur bangkai-bangkai setan.
Mungkin kita masih ingat,
ketika lautan daun kelapa,
disulam bunda.
Dalam rajutan sarang ketupat.
Menjelang sajak takbir ditinggikan, senja itu.
Bau darah telah masak menjadi nanah.
Dibumbui kecurangan dalam nikmatnya aroma zaman.
Em…, lezatnya!
Cabe giling;
Kelapa parut;
Hingga ikan-ikan;
Memohon belas kasih tangan.
Di dalam jengah lumpur tak bertuhan.
Munajat Sebatang Lilin
:Ust. Muklan Srg.
Sumbu ini telah habis membakar segala batang tubuh diri kami.
Meninggalkan noda minyak binatang, yang terbuang.
Kami meregang.
Menerangimu jalan pulang.
Merajut Puisi
: MAe
Merajut puisi adalah melukis awan mimpi.
Yang akan menerbangkan segala doa,
Tapi, angin juga menjatuhkannya di samudra.
Berlindung
Jilatan panas semakin garang,
Aku berlindung di bawah bayang matahari yang memanggang.
Di terik hari, 31 Maret 2013

Fatih El Mumtaz, merupakan nama pena dari Syafruddin. lahir di Pariaman. Alumni S1 Pendidikan Matematikan UIN Suska Riau. Beberapa tulisannya pernah dimuat di media cetak. Puisi-puisinya tergabung dalam antologi Kejora yang Setia Berpijar, dan Bukittinggi Ambo di Siko. Bergiat di FLP Pekanbaru, dan belajar mengepakkan kedua sayapnya bersama Community Pena Terbang (COMPETER)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar