Minggu, 28 Juli 2013

Akal dan Agama

Manusia memiliki jasad, dan ruh. Pertemuan dari keduanya timbullah akal. Akal terdiri atas rasa, karsa dan priksa. Ketiga hal tersebut agar keluar potensi optimalnya harus diikat oleh agama. Makanya dikatakan tidak ada agama bagi yang tidak berakal
“Tegaknya seseorang itu karena akalnya, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal”
Akal berasal dari bahasa arab “aqlun”, artinya “ikatan”
“tegaknya manusia karena akalnya”
Inilah hakikat manusia. Tegak mestinya tidak roboh. Artinya perlu bersandar pada sesuatu yang tegak dan jika sesuatu yang tegak tidak cukup kuat tentu akan roboh bila dibuat sandar perlu kiranya mencari sandaran yang paling tegak, kokoh dan kuat. Tentunya sesuatu yang Maha Tegak, otomatis jika bersandar pada yang Maha Tegak, tentu akan ikut tegak
Manusia memiliki tiga hal pokok dalam akal
Rasa,
Karsa (kehendak)
Priksa (Pikir)
Jika seseorang priksa / pikir nya hebat, menonjol jadi lah ilmuwan hebat dibidangnya, seperti Newton, Einstein, Hawkling, Marie Currie, Adam Smith, dan lain-lain
Jika seorang karsa/ kehendaknya menonjol, maka jadilah seorang tokoh dunia seperti Hitler, Sukarno, Churchill, John F. Kennedy, dll.
Jika seorang rasa-nya yang menonjol maka jadilah ia seorang tokoh di dalam masalah seni,
Leonardo da Vinci, Affandi sang pelukis, Gibran, atau tokoh-tokoh kemanusiaan, seperti Bunda Theresia, Mahatma Gandhi, dll, atau tokoh-tokoh mistis seperti Ki Gendeng Pamungkas, Mama Lauren, dl
Jika semuanya (rasa, karsa, priksa) menonjol, maka contoh terbaik ialah para Muhammad Sang Nabi, Yesus, Budha Gautama, dll
Karena itu akal bisa disebut sebagai “nuron” atau cahaya gaib, cahaya gaib yang bisa menerangi kehidupan manusia. Bisa pula disebut sebagai Hati Nuroni (cahaya)
Membicarakan hakekat hati tentu sangat susah. Secara gampang dikatakan, seluruh tindakan manusia dipengaruhi oleh hatinya, dan hati dipengaruhi oleh tindakan manusia
Tetapi hati memiliki alat yaitu akal. Akal memiliki alat, yaitu otak
Sama seperti mata. Itu hanya alat atau sarana untuk melihat tetapi orang buta juga punya mata hanya saja tidak punya “daya pengelihatan”
Sebenarnya tidak ada akal yang buruk, jahat atau busuk. Semua akal itu netral
semua akal dipengaruhi oleh pertarungan antara hawa jasmaniah (jasmani) dan hawa ruhaniah (ruh). Siapa yang membiarkan hawa jasmaniah (sering disebut hawa nafsu) menang tentu akan menentukan kecondongan akalnya. Akal tersebut akan menentukan otaknya, dan otak akan menentukan tindakan badannya
Sebaliknya, tindakan yang dilihat, didengar maupun dilakukan akan mempengaruhi akalnya dan akan mempengaruhi kecondongan dirinya, kecondongan pada hawa jasmani atau hawa ruhani
Agama untuk Orang Berakal
Dengan menggunakan akal, jika kita mengaku beragama, tentu haruslah mampu menjadikan kita manusia yang semakin lama semakin dekat dengan Tuhan, semakin terwarnai dengan sifat – sifat  Tuhan. Yang tadinya pelit jadi terwarnai Maha Pengasih akhirnya berubah perlahan – lahan menjadi dermawan. Yang tadinya berjiwa kecil, terwarnai oleh Maha Besar kemudian memiliki jiwa yang besar laksana Garuda. Yang tadinya hanya mementingkan dirinya sendiri karena terwarnai oleh Maha Penyayang akhirnya kemudian menjadi peduli terhadap sesama dan peduli terhadap lingkungan.
Agama diturunkan untuk orang berakal, agar kita menggunakan akal kita untuk mengenali tanda – tanda Ketuhanan di sekitar kita, ayatulloh menurut Qur’an.
“Sesungguhnya pada kejadian semua langit dan bumi dan perubahan malam dan siang dan kapal yang berlayar di lautan membawa barang yang bermanfaat bagi manusia, dan apa yang diturunkan Allah dari langit dari ada air, maka dihidupkanNya dengan (air) itu bumi, sesudah matinya , seraya disebarkanNya padanya dari tiap-tiap jenis binatang, dan peredaran angin, dan awan yang diperintah di antara langit dan bumi; adalah semua­nya itu tanda-tanda bagi kaum yang berakal” QS Al baqoroh 164
Dari akal yang diikat agama itulah terbitlah syukur. Dan hanya dari rasa syukur itulah yang mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar