Sabtu, 25 Mei 2013

Nanang Siswinarto, Empu Gandring Blitar


Nama Nanang Siswinarto (42) identik  dengan Empu Gandring, tokoh dalam sejarah Majapahit yang masyhur karena kepiawaiannya membuat keris bertuah.
Karena pergumulannya dengan logam dan aktivitas menempa baja itulah, Nanang oleh warga Blitar, Jawa Timur, dijuluki sebagai empu. Berbeda dengan Empu Gandring yang mengkreasi keris, yang diciptakan pria lulusan sekolah teknik menengah (STM) jurusan teknik mesin itu adalah pisau komando.
Pisau komando adalah sebuah istilah populer untuk pisau yang khusus digunakan sebagai senjata standar di kalangan militer. Pasukan elit ketentaraan memperlengkapi diri dengan pisau komando untuk bertarung melawan musuh atau menghadapi ancaman binatang buas dalam kondisi darurat.
Dengan kreativitas dan inovasi desain, Nanang merancang pisau komando itu melalui sentuhan estetika yang kaya bentuk dan pola. Pisau komando buatan Nanang, yang diberi merek dagang NS 26 Nisoku, bukan cuma dipesan oleh kalangan Tentara Republik Indonesia (TNI) tapi juga masyarakat umum sebagai kolektor.
Sebagai penerima Anugerah Upakarti bidang Kepeloporan Ekonomi Kreatif dan Penggerak Ekonomi Kerakyatan, Nanang tak berhenti dalam memproduksi peralatan berbahan logam. Kini, suami dari Ratna Vindi itu juga memproduksi beragam peralatan pertanian dan peternakan dengan melibatkan para pandai besi di sekitar Blitar.
"Cita-cita saya melibatkan sebanyak mungkin para penempa dan pandai besi. Mereka harus dilibatkan sebelum usaha mereka tersapu oleh produk impor dari China yang harganya lebih murah," kata ayah dari Rahma Atika (6), Dinda (4) dan Bima Siswinarto (3) itu.
Pisau komando buatan Nanang tentu berbeda dengan pisau sejenis buatan pabrik. Produk NS 26 Nisoku mengandalkan besi baja tempa, yang mempunyai bobot lebih berat dibanding barang pabrikan yang ringan. Para kolektor berpengalaman akan mengerti kualitas antara pisau baja tempa dan pisau besi hasil produksi massal industri.
Dalam bengkelnya yang berdiri di atas lahan sekitar 3.000 meter persegi di Jalan Singorejo, Kelurahan Gedog, Blitar, belasan pemuda lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama bekerja dengan tekun. Mereka adalah baggian dari sekitar 50 pekerja pandai besi yang dilibatkan Nanang untuk menghasilkan peranti berbahan logam.
Dalam menghasilkan pisau komando, Nanang memanfaatkan baja per mobil yang sudah jadi limbah. Lempengan rem cakram sepeda motor jenis tertentu juga dimanfaatkan untuk memproduksi pisau komando yang pemasarannya juga mencapai mancanegara itu.
Berbagai pesanan dari luar pun, antara lain dari Kepolisian Diraja Malaysia, diterima Nanang dengan jalan sistem kontrak. Pernah pihak Malaysia memesan sebanyak 600 buah pedang komando dari bahan logam aluminium.
Pencapaian Nanang hingga meraih Anugerah Upakarti merupakan buah perjalanan panjang seorang pemuda lulusan STM dari keluarga prasejahtera. Begitu lulus  sekolah pada 1990, Nanang diajak salah seorang pamannya yang berkiprah sebagai penempa besi. Di masa pembelajaran inilah Nanang mengenali karakter logam dan mulai berimprovisasi dengan bentuk-bentuk pisau dalam beragam budaya, dalam rentang waktu mulai era kerajaan Majapahit.
Sambil bekerja dan menimba ilmu pembuatan beragam alat dari logam, Nanang juga terlibat dalam pemasaran produk yang dihasilkan pamannya. Ternyata perjalanan usaha tempa besi sang paman menghadapi badai ekonomi yang bernama krisis moneter pada 1998.
Sang paman menyerah karena bangkrut. Tapi Nanang pantang menyerah, terus berkiprah  dengan tekad anak muda yang membara karena kecintaannya pada kreasi produk logam. Nanang nekad meminjam uang senilai Rp10 juta dari BNI Blitar. Selama delapan bulan Nanang kerja habis-habisan. Menempa sendiri pisau buatannya dan memasarkannya ke Tulungagung, Kediri, Ngawi hingga Madiun, yang ditempuhnya dengan naik Vespa butut.
Tak jarang Nanang terkena razia dan harus berurusan dengan polisi karena berjualan senjata tajam yang biasa digunakan oleh kalangan militer. Pengalaman buruk itu memaksa Nanang untuk memperlengkapi diri dengan surat-surat izin dan surat rekomendasi dari petinggi militer yang ternyata ampuh mengatasi kesulitan di jalan-jalan saat memasarkan produk pisaunya.
Di masa-masa sulit itulah, Nanang merasa bersyukur karena masih memiliki vespa  untuk menjual pisau buatannya. Untuk mengenang jerih payahnya yang dinilainya fantastis itu, Nanang menjadikan motor lawas yang berjasa dalam menunjang karirnya itu sebagai benda bersejarah, dan memajang di salah satu ruang di rumahnya yang asri, teduh dan antik.
Setelah merasa sukses dengan mengandalkan tenaga manusia dalam memproduksi pisau komando, Nanang  kini sedang memikirkan masa depan metode kerja di bengkel usahanya. Dia yakin suatu hari nanti anak-anak muda tak ada yang mau bekerja dengan mengerahkan tenaganya untuk menempa baja yang membara. Makanya kini Nanang beraliansi dengan Universitas Negeri Malang  (UNM) untuk menciptakan mesin semi otomatik untuk menempa baja.
"Kini mesin itu sudah 80 persen selesai dan tinggal diujicobakan. Lumayan, bisa menghemat tenaga meski membutuhkan energi listrik sebagai penggantinya," tutur Nanang.
Bagi Nanang, kehadiran mesin tempa tidak harus menggusur tenaga kerja manusia. "Pisau bikinan saya membutuhkan sentuhan akhir dari tangan manusia. Di sinilah yang membedakannya dari produksi massal hasil industri, termasuk yang diimpor dari luar negeri," katanya.
Nanang tak mungkin meninggalkan ciri khas pisau komandonya, yang ditandai dengan sentuhan estetika tangan manusia. Sebab, ciri khas itu yang membuat pisau merek NS 26 Nisoku itu digandrungi penggemarnya. Dalam setiap pameran yang digelar Pemerintah Kota Blitar di berbagai kota di Tanah Air, pisau komando Nanang tak pernah sepi dari pengunjung. Harga pisau komando Nanang dipatok dengan harga bervariasi mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 2 juta.
Yang menjadi kendala bagi pengunjung pameran yang berminat membeli pisau komando Nanang adalah soal membawa pisau komando itu saat harus berhadapan dengan petugas bandara di pintu pemeriksaan sebelum naik pesawat terbang.
Namun, dengan sistem pembelian lewat jasa pengiriman barang serta pembelian online, peminat pisau komando ciptaan Nanang dapat terlayani dengan baik.
Pisau komando dengan merek NS 26 Nisoku telah mengangkat citra Blitar sebagai penghasil produk ekonomi kreatif dalam skala nasional.  Itu sebabnya, Kepala Dinas Disperindag Kota Blitar Hermansyah Permadi selalu mengajak Nanang untuk terlibat dalam aktivitas pemberdayaan ekonomi masyarakat.
"Produk pisau komando NS 26 Nisoku merupakan salah satu ikon kota Blitar dan penyanggah ekonomi kerakyatan yang penting," kata Hermansyah.

Kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar