Selasa, 28 Mei 2013

Penakluk Kemustahilan


Dalam buku Penakluk Kemustahilan (Republika, 2012), Ammar, penulis buku sekaligus tokoh yang diceritakan, mengisahkan saat dirinya masih kecil seorang temannya bertanya perihal ketidakmampuannya berjalan (sejak usia dua bulan Amar mengalami kelumpuhan total kecuali mata dan mulut). “Kenapa engkau tidak bisa berjalan,” tanya temannya. Ammar pun balik bertanya kepadanya, “ Kenapa engkau bisa berjalan.” Temannya menjawab, “ saya bisa berjalan karena Allah telah menciptakan saya dalam keadaan bisa berjalan.” Seketika itu juga Ammar menjawab, “ Begitu juga saya, Allah telah menciptakan saya dalam keadaan tidak bisa berjalan.” (hal. 13).
Kepasrahan dan prasangka baik kepada Allah tergambar jelas dalam jawaban Ammar. Ia menyadari sepenuhnya bahwa apa yang terjadi padanya merupakan anugerah dari Allah. Bisa “berjalan” dan “tidak bisa berjalan”, dalam pandangan Allah sama saja. Pandangan kita saja yang melihatnya sebagai “kesempurnaan” dan “ketidaksempuraan”.  Padahal sejatinya sama; semuanya berasal dari Allah dan Allah juga yang akan mengurusnya.
Berbicara tentang kesempurnaan dan ketidaksempurnaan, pandangan manusia umumnya mengaitkan yang satu dengan hal sempurna, baik, dan normal, sementara yang satu lagi sebagai kurang, buruk, dan tidak normal. Padahal bila kita melihatnya dengan ke-Mahaadil-an dan ke-Mahabijaksana-an Allah, bersama ketidaksempurnaan---dalam pandangan manusia---ada kesempurnaan, pun demikian, bersama kesempurnaan ada ketidaksempurnaan. Terlebih dalam masalah fisik yang sejatinya hanya wadah atau alat. Boleh jadi orang yang dianugerahi “ketidaksempurnaan” justru meraih hidup yang sempurna, lebih bermakna, dan bahagia. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang dianugerahi “kesempurnaan’ justru menjalani hidup dengan ketidaksempurnaan, kering, dan sengsara.
Sesunguhnya yang penting bukan pada tampilan fisiknya, tetapi pada spiritnya, semangatnya, dan cara pandangnya. Kepasrahan dan prasangka baik kepada Allah akan menumbuhkan spirit, semangat, dan cara pandang yang positif. Tidak peduli apakah fisiknya sempurna atau tidak sempurna, kita akan menjalani hidup dengan semangat, percaya diri, optimis, dan bermakna. Maka, betul apa yang disampaikan Ammar yang menyebutkan bahwa kelumpuhan yang sesungguhnya itu bukanlah kelumpuhan fisik, melainkan kelumpuhan iman dan akal. Dengan kesempurnaan iman, keterbatasan fisik tidak menjadi halangan untuk meraih kesuksesan. Dan, prestasi yang diraih Ammar menunjukkan hal ini. Sebaliknya, tidak sedikit yang memiliki fisik sempurna, akan tetapi karena keterbatasan iman, terjerumus ke dalam kenistaan.[]MIS.

Republika.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar